Jadwal berikutnya setelah Chatuchak adalah mencoba naik MRT kota Bangkok. Hmm...hebat sekali mereka sudah memiliki MRT yang menghubungkan titik-titik kota sehingga lebih mudah dan cepat dijangkau. Kami naik MRT dari stasiun bawah tanah tak jauh dari pasar Chatuchak. Pak Meng membelikan koin plastik untuk kami semua (saya lupa menanyakan berapa harganya). Terus terang saya salut sekali akan kepesatan pembangunan di Bangkok ini, lantas teringat akan proyek MRT di Jakarta yang mati suri...kembali saya mengurut dada untuk kedua kalinya melihat kenyataan bahwa kita tertinggal cukup jauh!
Perjalanan singkat dengan MRT memberikan gambaran sekilas tentang masyarakat kota Bangkok yang terlihat sudah sangat sadar akan pentingnya menjaga kebersihan, ketertiban, dan kenyamanan sarana umum. Setiap orang tertib memasuki MRT, tak ada yang berebut. Selain itu tak terlihat satu pun coretan, sampah, juga infrastruktur rusak atau hilang dicuri di dalam MRT maupun di stasiun (bandingkan dengan kereta-kereta KRL kita yang kotor berdebu, bau pengap bahkan pesing, serta sudah kehilangan banyak sekali sabuk pegangan tangan karena dicuri). Betul-betul sebuah negara yang tengah menuju ke arah modern, baik mental manusianya maupun infrastrukturnya. Bila tak salah ingat, kami turun di stasiun keempat dari tempat kami naik tadi. Rizki dan Salim terlihat begitu bersemangat menikmati perjalanan naik MRT senja itu. Berikutnya kami dituntun Pak Meng keluar dari stsiun bawah tanah menuju ke luar untuk segera menaiki Tuk Tuk. Tujuan berikutnya adalah gedung pertunjukan Siam Niramit. Beberapa buah Tu Tuk sudah dipesan Pak Meng untuk membawa kami konvoi menuju tempat tontonan yang katanya spektakuler tersebut. Kembali kami berkjejaran dengan waktu, karena pertunjukan akan mulai pukul 19.45 sementara sebelumnya kami harus makan malam terlebih dahulu.
Tuk Tuk yang begitu terkenal memang mempunyai bentuk yang unik. Kendaraan beroda tiga ini mirip dengan bajaj, namun agak sedikit panjang, dan terbuka (tanpa pintu). Tuk Tuk yang rupanya disebut juga dengan taxi -karena pada bagian atap depannya tertera tulisan "TAXI" - telah menjadi kendaraan khas Bangkok. Inilah hebatnya Thailand! Tuk tuk pun dijadikan salah satu pesona pariwisata yang membuat penasaran para wisatawan asing, tidak seperti nasib bajaj yang semakin hari semakin punah di jalan-jalan Jakarta. Berbeda kondisi bajaj yang selalu terusir di jalan-jalan protokol, Tuk Tuk bahkan dapat melenggang bebas berdampingan dengan kendaraan bermotor lainnya di kota Bangkok. Ia dapat melaju kencang layaknya mobil dan tak menimbulkan suara bising layaknya bajaj.
Saking ngebutnya, Mbak Yeye sampai sport jantung dan berteriak, "Aduh...gue masih kepingin mantu nih, gak mau mati ngebut begini!". Teriakannya tak diindahkan oleh sang supir karena ia tak mengerti sepatahpun bahasa Indonesia...so mungkin disangkanya si penumpang kegirangan dan ingin supaya lebih ngebut lagi. Semakin keras teriakan penumpang semakin mantap si supir menancap gasnya...kalau begitu, pegangan yang kuat... "Tarrrrik Mang!!!"
No comments:
Post a Comment