Pak Meng dengan sigap menggiring kami kembali ke bus untuk bergegas menuju Silk and Leather factory ternama di Bangkok. Sutra Thailand memang terkenal baik kualitasnya, maka para ibu pun bersemangat untuk segera mencuci mata senja itu. Setibanya di tujuan, kami langsung disambut dan dipersilakan untuk melihat-lihat produk batu mulia, kulit, dan sutra dengan kualitas terbaik di Siam. Walah..ternyata harganya cukup mahal, walhasil hanya segelintir dari kami yang keluar dengan jinjingan belanjaan ;-) Saya sendiri mundur teratur ketika ditawari sutra dengan harga 2500 Bath/m (Rp. 750.000,-), padahal budget yang saya patok maksimal Rp. 150.000/m! "Impossible Madam, impossible..." kata seorang pramuniaga sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ketika saya menanyakan sutra dengan budget minimal tersebut. Yo wess...saya pun menjauh dari deretan kain sutra yang menggiurkan mata dan hati itu.
Tak lama kami menghabiskan waktu di sana, bahkan sebagian besar peserta sudah keburu ngacir masuk ke dalam bus setelah melihat tak ada kemungkinan berbelanja di sana...maklum uang saku yang diberi ABC memang dialokasikan untuk membeli oleh-oleh partai besar, jadi harus bijaksana dalam membelanjakannya! Setelah beberapa orang (saja) selesai bertransaksi, kami segera bergerak menuju Royal Dragon Restaurant.
Rumah makan yang masuk ke dalam Guiness Book of Record sebagai restoran terluas di dunia ini sangat terkenal dengan santapan lautnya. Makan malam kali itu sangat mewah.
Sajian sea food basket lengkap dengan menu-menu lainnya terhidang di meja bundar bertaplak kotak-kotak ala western. Ini unik, karena terjadi perpaduan antara makanan khas Thailand dengan taplak ala Barat! Saya kebetulan duduk satu meja dengan Chef Haryo dan sempat berdiskusi mengapa masakan Thailand yang rasanya sangat datar bila dibandingkan dengan makanan Indonesia, begitu mendunia namanya. Menurut Cheff, justru karena datar itulah maka orang Barat lebih dapat menerimanya dengan baik ketimbang masakan Indonesia yang kaya cita rasa bumbu.
Menariknya lagi, sambil bersantap kami disuguhi atraksi tarian tradisional oleh para penari wanita. Beberapa dari kami bertaruh dan menerka-nerka mana di antara para penari tersebut yang merupakan wanita trans seksual! Maklumlah Thailand juga terkenal dengan 'wanita jadi-jadiannya' yang cantik. Selain itu, adegan tom yam terbang yang dibawa oleh seorang pelayan laki-laki sambil meluncur dengan sebuah sling yang membentang di atas kolam ikan panjang, juga disuguhkan. Meskipun makanannya terasa hambar di lidah saya, namun makan malam di Royal Dragon terasa sangat sempurna!
Usai santap malam, kami tak langsung check in ke hotel melainkan melaju ke Suan Lum Night Bazzar. Pasar malam ini persis seperti Tanah Abang Tempoe Doeloe, terdiri dari los-los kios yang cukup padat dengan aneka dagangan mulai dari kain, baju, sampai pernak-pernik sulap! Nah inilah yang ditunggu-tunggu para ibu dan bapak...surga belanja! Setiap orang diberi waktu 2 jam untuk berbelanja sepuasnya dan kembali berkumpul di bus pada jam 22.30. Jadilah malam itu malam perburuan bagi para peserta..."lupakan hutang!", demikian kata Pak Meng, maka semua pun menghabiskan rata-rata setengah dari uang saku di Suan Lum! Saya tak banyak berbelanja, karena Rizki sudah mengantuk luar biasa...ternyata malaikat kecil itu dikirim Tuhan untuk menjadi rem nafsu belanja mamanya ;-)
Seingat saya kami baru beranjak dari Suan Lum lewat dari pukul 23.00, karena Ibu Rosita dan Pak Baihaqi asal Surabaya, tak kunjung bergabung dalam bus. Sudah bisa ditebak, merekalah juaranya malam itu...sampai-sampai plastik belanjaan yang dibawa menyerupai karung hadiah Santa Klaus! "Aduh maaf...kami nyasar!" ujar Ibu Rosita. Nyasar tapi kok heboh belanjaannya??? Sejak malam itu kami menjulukinya "Ratu Belanja"!
No comments:
Post a Comment