Tuesday, February 9, 2010

Banting Setir


Jenuh akan rutinitas, tak cocok lagi dengan rekan kerja, tidak puas akan kondisi dan fasilitas, atau muncul konflik bertentangan dengan hati nurani, adalah beberapa hal yang biasanya menyebabkan seseorang untuk mencari sebuah tantangan baru dalam pekerjaan. Maka tak heran bila dalam sebuah institusi yang berorientasi 'profit' maupun 'non-profit', masalah 'turn offer' pegawai cukup membuat kelimpungan manajemen. Tetapi mau bagaimana lagi, memang demikianlah sifat dasar manusia: tak pernah puas dan selalu mencari yang terbaik dalam hidup. Tak ada yang salah dengan sikap tersebut, selama memang didasari dengan alasan yang positif dan tak merugikan pihak-pihak lain.

Terus-terang saja, saya buka kartu di sini...Dulu, selepas kuliah, saya pernah bekerja pada sebuah perusahaan Jepang. Etos kerja yang memandang perempuan hanya bisa melakukan hal remeh, membuat saya segera hengkang dari perusahaan tersebut. Sejak itu, saya mulai mempunyai satu tolok ukur pekerjaan jenis apa yang harus digeluti. Namun ternyata kisahnya tak semulus yang saya bayangkan, di perusahaan kedua, ketika tengah semangat-semangatnya menggeluti bidang' marketing communication', badai krisis menerpa tanah air secara global. Perusahaan gulung tikar, kami semua di-PHK. 'But life must go on', kembali saya bangkit dan berpindah kerja sebanyak 2 kali lagi! Maka saat itu saya sempat menyandang label 'kutu loncat'. Bagaimana tidak, dalam waktu kurang dari 3 tahun, saya berpindah tempat kerja sebanyak 4 kali! Mungkin bila dulu sudah menjamur komunitas-komunitas sosial seperti sekarang ini, tentunya para 'kutu loncat' seperti saya pun punya komunitas yang luas.

Pengalaman 'kutu loncat' di masa dulu adalah sekelumit gambaran anak muda yang masih mempunyai semangat dan ambisi menggebu untuk mencoba tantangan-tantangan baru dalam hidup. "Nothing to loose' selalu menjadi prinsip nomor satu saat itu. Tak ada yang harus ditanggung, kecuali diri sendiri, kalau pun masih kurang...orangtua selalu siap membantu. Namun setelah menikah dan punya anak, kisahnya menjadi lain. Orientasi bekerja adalah untuk menopang hidup, bukan lagi untuk mencari tantangan yang mampu memacu adrenalin hingga ke puncaknya! Rasio mengemudikan perasaan, sehingga segala kendala yang masih bisa dicerna dengan logika akhirnya dapat berakhir dengan solusi 'harap maklum'. Namun bukan berarti semangat kerja jadi meredup kawan, meski tak mengejar karier, namun prestasi tetap harus diukir!

Kini, sejalan dengan bergulirnya sang waktu dan usia, bila memang terjadi 'migrasi pekerjaan' -mencoba memperhalus istilah- label 'kutu loncat' pun mulai luruh...berganti dengan label 'banting setir'. Saya rasa transformasi label ini tepat karena 'kutu loncat' mempunyai tendensi perpindahan yang didorong oleh ambisi yang meletup-letup, maka 'banting setir' mengandung makna perpindahan dengan penuh kepasrahan dan pemikiran yang matang. Bila ketika muda dulu perselisihan kecil saja dengan teman kerja sudah mampu mendorong seseorang bermigrasi ke perusahaan lain, maka sekarang alasan-alasan lebih hakiki, seperti pertentangan prinsip kepercayaan yang berorientasi pada masalah keimanan dan tak kunjung menemukan 'win-win solution' misalnya, baru akan menjadi penyebab seseorang memutuskan untuk 'banting setir' ke ranah rezeki yang lain. Wallahualam, hanya Tuhan yang tahu ke muara rizki mana hidup ini akan disetirNYa. Maka berikhtiarlah dan Insyaallah itulah akhir yang terbaik bagi kita.

No comments: