Thursday, February 4, 2010

Bakat VS Kemauan


'Tak punya bakat' biasanya selalu dijadikan alasan bagi banyak orang sebagai bentuk pembetulan sebuah ketidakmauan untuk berusaha lebih keras lagi dalam mengerjakan suatu keterampilan. Memang ada beberapa keterampilan yang kelihatannya hanya akan dapat dilakukan oleh mereka yang punya bakat, padahal sebenarnya tidak demikian sepenuhnya.
Saya selalu katakan kepada diri sendiri, anak-anak, murid-murid, dan keponakan-keponakan, bahwa hal yang paling dibutuhkan untuk memulai sesuatu adaalah 'kemauan'. There is a way when there is a will, and if you have tallent...then it's a bonus from God!


Banyak keterampilan yang dapat kita kembangkan bila ada kemauan, mulai dari yang sangat sederhana dan tak memerlukan biaya hingga yang rumit, sampai yang menguras dana cukup banyak. Apa yang menjadi pilihan kita, tentunya yang memang betul-betul kita minati untuk dikembangkan, tetapi selanjutnya harus juga melihat kemampuan secara fisik dan materi. Mari kita ambil sebuah contoh populer: keterampilan bersepeda, yang sekarang tengah diminati oleh kalangan muda dan tua. Selain menguras banyak tenaga, bersepeda kini menjadi sebuah hobi yang menguras tak sedikit biaya. Namun toh semuanya kembali kepada pilihan dan kemampuan masing-masing. Tetapi di atas segalanya, tentu harus muncul kemauan terlebih dahulu untuk mengenalnya.


Mari kita tinggalkan contoh keterampilan bersepeda dan beralih pada keterampilan lain yang sangat sederhana, mendasar, dan saya yakin hampir dapat dilakukan oleh semua orang, asalkan ada kemauan untuk memulainya! Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan menulis! Bila kita renungkan, keterampilan menulis sebenarnya sangat sederhana untuk ditekuni. Jangan belum apa-apa sudah membayangkan kesulitannya, tetapi mulailah dengan meyakini kesederhanaannya.


Saya tak tahu persis berapa angka penyandang buta huruf di Indonesia, tetapi paling tidak catatan ini difokuskan bagi kelompok manusia yang dapat membaca dan menulis, tanpa penggolongkan usia. Tentu kelompok ini lebih banyak jumlahnya dibandingkan golongan yang kurang beruntung tersebut di atas. Nah, inilah yang harus digali dan disulut kemauannya untuk menulis. Tak usah memusingkan terlebih dahulu teori-teori tentang penulisan untuk menyulut kemauan menulis seseorang, namun awalilah dengan mengembangkan imajinasi sederhana, sehingga tak ada keragu-raguan untuk memulainya.


Pernah suatu kali saya memberikan materi menulis wacana deskripsi kepada murid-murid SMP kelas 8. Awalnya mereka tak bisa memulai sedikitpun karena belum saya berikan teori mendetil mengenai wacana tersebut, hanya gambaran umumnya saja yang dijelaskan. Ketika waktu 10 menit berlalu tanpa ada coretan satu huruf pun di atas kertas, maka saya meminta mereka meletakkan alat tulis sejenak dan menarik nafas dalam-dalam. Tahapan berikutnya, saya meminta mereka memejamkan mata, duduk dengan posisi nyaman, dan mengatur nafas dengan baik. Setelah itu mereka saya minta mendengarkan bunyi yang dihasilkan dari media-media sederhana, seperti gelas, sendok, kertas, dan sebagainya. Ketika selembar kertas diremukkan dan menghasilkan suara kemerisik, maka saya meminta mereka untuk mengimajinasikan suara tersebut ke dalam bentuk-bentuk kata sifat, keadaan, perasaan, dan hal-hal lain yang terlintas pada saat suara itu terdengar. Demikian seterusnya kami lanjutkan eksperimen dengan pengimajian dan penginterpretasian bunyi-bunyi lainnya.


Hasilnya ternyata luar biasa! Ketika satu-persatu mengungkapkan imajinasi terhadap bunyi yang diperdengarkan tersebut, ide-ide indah, orisinal, bahkan ekstrem meluncur dengan lancarnya secara verbal. Maka setelah kami berdiskusi dan saling memberikan masukan, mulailah mereka merangkum imaji-imaji tersebut dalam sebuah tulisan deskripsi bebas, yang memiliki kekayaan ide dan gaya bahasa. Meskipun masih memerlukan perbaikan secara ramatik dan pengembangan teknik penulisan, toh mereka telah berhasil mendobrak momok 'tak punya bakat' yang selama ini dijadikan alasan untuk tak mau mencoba menulis.


Keterampilan menulis tak boleh berhenti di tengah jalan, mati suri, atau tak bangkit kembali dari tidur panjang seseorang. Ia adalah sesuatu yang harus dikembangkan secara berkesinambungan. Akan lebih sempurna apabila keterampilan menulis ini dibarengi dengan keterampilan membaca sastra dan wacana yang dapat memperluas wawasan. Membaca akan memperluas wawasan seseorang dalam melihat dan menyikapi segala bentuk permasalahan. Disamping itu membaca sastra diyakini dapat melatih kepekaan naluri seseorang, yang tentunya diharapkan dapat membentuk pribadi positif dalam menyikapi berbagai hal. Sayangnya, dewasa ini pengajaran keterampilan membaca, khususnya bacaan sastra, semakin minimal diberikan di tingkat pendidikan dasar hingga lanjutan di sekolah-sekolah tanah air. Materi pengajaran Bahasa Indonesia masih difokuskan pada tata bahasa, tanpa memperluas penerapannya dalam mengembangkan keempat keterampilan berbahasa; menulis, membaca, mendengarkan, dan berbicara. Padahal di jenjang usia inilah anak-anak harus kita sulut kemauan dan kemampuan mereka dalam keempat aspek keterampilan tersebut. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan pola 'pencapaian hasil akhir' dalam ujian akhir, sementara 'proses belajar' hanyalah sekedar aksesoris lesson plan dan menjadi prioritas nomor kesekian dalam target pengajaran Bahasa Indonesia. Bahkan setelah sempat menggembirakan berganti nama menjadi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, kini ia bertransformasi kembali menjadi hanya 'Pelajaran Bahasa Indonesia'. Sangat disayangkan apabila kita tak mampu mengembangkan potensi dasar kebahasaan yang amat sederhana ini, sedini mungkin.


Kembali ke pokok pembicaraan utama dari catatan ini, maka sudah saatnya kita mencoba membuang jauh-jauh alasan 'tak punya bakat' dalam menulis. Seperti sudah saya paparkan di atas, bahwa bila ada kemauan pasti akan ada jalan, dan apabila kita diberikan talenta, maka itu adalah sebuah bonus dari Tuhan. Tetapi harus pula diingat, bahwa talenta yang tak diproses sama saja bohong, karena ia tak muncul ke permukaan sehingga tak terlihat wujudnya. Sebaliknya kemauan yang kuat dan sungguh-sungguh dikembangkan, maka sama halnya dengan kilauan permata, ia akan muncul ke permukaan, semakin bersinar dari hari ke hari, dan setiap orang akan terpana mengagumi keindahannya. Bahkan bila semakin diasah, kilaunya akan mampu memberikan inspirasi bagi orang lain dan bukannya tak mungkin dapat menguak kabut gelap yang menyelimuti bangsa ini. Semoga!


No comments: