Sunday, January 31, 2010
Tokek
Di rumah kami ada seekor tokek yang setiap malam bersenandung "Tokek, tokek, tokek..." dengan semangatnya. Sepengamatan saya, sudah sekitar 3 bulan terakhir ini dia menemani malam-malam kami. Suaranya pun makin besar dan lantang dari minggu ke minggu. Perkembangan tubuhnya tak terpantau, karena ia jarang menampakkan diri, hanya keunikan suaranya saja yang selalu terdengar. Sekitar dua bulan yang lalu, saya sempat melihatnya tengah mengamati laron-laron yang berseliweran di dekat lampu, sambil berharap ada seekor yang bertengger di dinding tempat ia berpijak, agar dapat dijadikannya santap malam bergizi. Ternyata ia masih tokek belia, seukuran kakeknya cicak. Selama ini cicak-cicak memang mendominasi rumah kami. Mereka beranak-pinak dan tumbuh dewasa hingga uzur bersama kami selama hampir 2 tahun ini. Pernah saya melihat anak cicak yang masih sangat imut-imut, seukuran jari kelingking bayi manusia yang baru saja dilahirkan. Anak cicak itu sepertinya tengah mencoba-coba bermain sendirian jauh dari ibunya, lalu tergelincir di bak cuci piring dan tak bisa keluar lagi dari situ. Ia terjebak dan panik. Setiap berhasil memanjat setapak dinding bak, maka dua tapak ia tergelincir kembali ke dasar. Saya berkata padanya, "Ayo Nak, kamu coba naik sendiri!" Cicak pemberani itu mencoba terus, lalu saya tinggalkan dia dalam perjuangannya. Beberapa waktu kemudian saya kembali untuk melihatnya, ternyata ia sudah tak ada di sana. Entah ia berhasil atau keburu dimangsa tokek...tapi apakah tokek memangsa cicak? Setahu saya buayalah yang suka memangsa cicak...
Semoga saja ia berhasil selamat kembali kepada ibunya dan dapat tumbuh besar di rumah ini bersama kedua anak lelaki saya, amin.
Saya ingat dulu waktu kecil, di rumah orangtua kami, tidak cuma seekor, tapi ada sekitar 2 atau 3 tokek yang setiap malam bersahut-sahutan dari beberapa penjuru. Kami tak ingat lagi kapan terakhir kawanan tokek itu menyemaraki rumah dengan parade suara khas mereka, yang jelas sekarang tak pernah ada seekor pun yang bersuara. Dulu mereka bahkan berani turun ke lantai untuk memperlihatkan perkembangan tubuh mereka yang semakin hari semakin besar, mendekati bayi buaya (agak berlebihan memang, tapi kurang lebih mendekati ukuran tersebut).
Ke mana kiranya mereka berhijrah dulu? Bila kedua atau ketiganya sudah punah, maka ke mana larinya keturunan-keturunan mereka? Apa mungkin mereka tak sempat bereproduksi? Oh...bisa jadi kesemuanya betina saja atau jantan saja. Kasihan bila punah begitu saja tanpa meninggalkan keturunan, seperti cicak-cicak di rumah kami kini.
Saya sendiri penasaran mengapa tokek itu memilih rumah kami sebagai tempat ia bernaung. Katanya sih tokek itu membawa rezeki, maka banyak yang menyarankan untuk memeliharanya. Selain itu, katanya juga, kita harus menghitung bunyinya bersamaan dengan dua kata bermakna kontras: "kaya...miskin...kaya...miskin..." dan berhenti bersamaan dengan berakhirnya pekik sang tokek. Sayangnya saya bukan orang yang berani berspekulasi...ia baik kalau pas berhenti pada kata 'kaya', tapi kalau sebaliknya...bisa-bisa stress memikirkannya. Lagi pula kok iseng betul ya percaya tokek...seharusnya percaya diri saja, dan yang terpenting percaya bahwa takdir Tuhanlah yang terbaik.
Speaking of tokek, kok seperti kebetulan ya, karena kami sekeluarga bersekolah dan bekerja di sekolah Jerman Jakarta, yang maskotnya menggunakan gambar 'tokek'! Saya pernah bertanya mengapa tokek, bukannya buaya, atau komodo sekalian yang dipilih? Tak ada jawaban yang spesifik, alasannya biasa-biasa saja: tokek itu binatang yang khas Indonesia, that's it! Jelas saya kurang puas, bukankah komodo lebih khas Indonesia? tapi untuk apa kita ambil pusing, toh tokek juga tak acuh bila dirinya dipakai sebagai simbol apa pun. Bagi tokek, ia hidup sesuai dengan fitrahnya sebagai binatang melata, masalah orang memberinya berbagai label atau bahkan memburunya hingga harga jutaan, ia tak ambil pusing. Live is complicated, so don't make it even worse...just grin and bare it with joy and peace, "tokek...tokek...tokek...!"
Hebat si tokek...kita seharusnya belajar dari dia untuk lebih menghargai dan menikmati hidup ini!
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment