Thursday, January 28, 2010
My Confession to You, Sahabat Hatiku...
Sahabat hati adalah orang yang eksistensinya selalu ada di hati meskipun fisiknya tak harus selalu muncul di hadapan kita. Mungkin ini semacam sebuah seleksi alam yang tak pernah kita sadari prosesnya. Seingat saya, ada tiga orang yang benar-benar saya beri cap sebagai sahabat, entah mengapa hati sayalah yang secara otomatis memberi label itu kepada ketiganya. Secara aklamasi kami tak pernah mengikrarkan persahabatan kami, namun sepertinya ada rasa TST (tahu sama tahu) di antara saya dan ketiganya. Hingga sekarang pun saya tak ragu menganggap mereka tetap sahabat-sahabat terbaik saya dan mudah-mudahan demikian sebaliknya, Insyaallah.
Sahabat pertama adalah Rina Wantari. Kami betul-betul berteman dekat ketika di kelas 2 SD. Ada kecocokan yang saya rasakan dengan dirinya. Waktu itu, ia adalah seorang anak perempuan kalem, tak begitu menonjol, tapi mempunyai karakter yang kuat. Rina tak banyak bicara, tapi ia akan sangat kreatif apabila mulai mengerjakan prakarya. Ide-ide kreatifnya luar biasa dan yang paling saya kagumi adalah ketelatenannya memperhatikan detail-detail objek prakarya. Saya ingat dulu dia pernah membantu membuatkan saya prakarya setting ruangan dalam rumah dilengkapi ruang tamu lengkap dengan sofa dari kotak korek api yang dibungkusnya demikian indah.
Persahabatan kami sangat sederhana. Tak jarang saya main ke rumah Rina-yang ternyata seperti istana, sangat kontras dengan kesederhanaan yang ditampilkannya- sepulang sekolah, meskipun jaraknya jauh dari rumah saya. Dia tinggal di beberapa rumah di kawasan elite Jakarta: Menteng, Sriwijaya, dan Permata Hijau, yang kesemuanya cukup jauh (apalagi pada saat itu) dari rumah saya yang di daerah Ciputat. Meskipun berlatar belakang demikian, Rina adalah sosok pribadi yang sangat bersahaja, tak suka pamer, dan selalu tampil apa adanya. Persahabatan kami mengalir begitu saja tanpa ada paksaan untuk tetap bersahabat selama-lamanya. Dan di tengah-tengah perjalanan pertemanan kami itu, pada saat kelas 4, muncul tokoh ketiga yang bernama Susi Rianti di antara kami.
Susi Rianti adalah orang kedua yang diberi label 'sahabat' oleh hati saya. Entah stempel itu melekat begitu saja tanpa saya meminta persetujuannya atau sebaliknya. Seperti Rina, Susi termasuk anak yang kalem, sederhana, pintar, dan punya karakter yang kuat. Rina dan saya merasa cocok berteman dengannya. Maka jadilah kami bertiga berteman, sampai pada suatu hari ketika kami kelas 6, tiba-tiba Rina menghilang. Ia tak masuk sekolah dan tak berkirim kabar. Ketika saya telepon, ternyata orangtuanya mengikutkannya dalam program akselerasi di sekolah lain, maka ia pun pindah sekolah dan loncat kelas. Sedih rasanya, karena ia meninggalkan kami begitu mendadak. Beberapa hari kemudian, supir keluarga Rina mengantarkan ke rumah sebuah kiriman "patung penari bali" untuk saya. Itu adalah kenang-kenangan darinya.
Saya dan Susi tetap melanjutkan sekolah bahkan kuliah di tempat yang sama. Nah ketika SMA, kami berdua sempat tergabung dalam sebuah geng bermain dengan teman-teman yang lain. Namanya The Keches...wah jadul ya namanya;-) Kami beranggotakan 7 orang cewek-yang mengklaim diri sendiri keren dan cantik- dan berteman sangat akrab. Mereka adalah "teman-teman baik" saya, demikian hati ini memberikan lebel. Apakah karena kehadirannya yang langsung 5 orang dalam satu waktu ditambah karakter yang sangat heterogen, membuat hati saya kebingungan untuk menyeleksi mana yang benar-benar sahabat? Entahlah, yang jelas mungkin ini ada kaitannya juga dengan unsur-unsur kimia dan kesamaan-kesamaan pengalaman yang jiwa saya alami dengan Rina dan Susi sehingga pelebelan itu tak bisa disamaratakan. Yang jelas saya sangat menikmati kebersamaan dengan kelima teman baik saya itu, dan hingga kini kami tetap sangat berteman baik dan menjaga silaturahmi.
Lantas siapakah sahabat saya yang ketiga? Namanya adalah Yulian Setiawani Thohir, dipanggil Uli. Saya mulai berteman sangat dekat dengannya di kelas 1 SMA. Ini unik sekali, karena Uli bukan sahabat Susi, meskipun kami bersekolah di sekolah yang sama. Ada waktu-waktu di mana saya bermain dengan Susi dan dengan Uli. Hmmm...saya juga jadi bingung sendiri, tapi saya memang menjalani bentuk persahabatan yang unik itu. Itulah yang saya katakan, meskipun bersahabat, antara saya, Rina, Susi, dan Uli tak ada kesepakatan apakah kami bersahabat dan tak pernah pula ada pembatasan dengan siapa kami boleh berteman, atau sahabat saya juga harus jadi sahabat mereka. Semuanya begitu alami, mengalir, dan bermakna bagi saya. Bahkan dulu ketika kuliah, kebetulan saya dan Susi satu kampus, sahabat saya itu pernah keheranan mengapa saya bisa berteman dengan seseorang yang dia anggap sangat aneh. Dan ketika saya mengajak orang aneh itu ikut nonton dengan kami, Susi pun tak keberatan, tapi tetap ia teguh pada penilaiannya tentang teman saya itu..ha..ha...
Lama saya dan Susi kehilangan kontak dengan Rina selepas masa SMA. Ternyata dia kuliah di Australia dan kehilangan nomor telepon serta alamat kami. Zaman itu belum ada FB yang sangat membantu seperti sekarang ini. Suatu ketika saya bertemu dengan kakak Rina, dan dari dialah saya kemudian bisa menjalin kembali komunikasi dengan Rina. Alhamdulillah saat Rina menikah saya bisa menemani dia dan begitu juga saat saya menikah Rina sempat hadir dalam kondisi mengandung anak pertama. Sayangnya saya dan Susi tak sempat saling menyaksikan pernikahan kami, karena kebetulan ketika dia menikah saya tinggal di Hannover, dan sebaliknya Susi tengah tugas di Kotabumi saat saya menikah. Sementara itu saya tak sempat menyaksikan pernikahan Uli padahal dia hadir di pernikahan saya...
Sekarang Rina hidup bahagia dan dikaruniai tiga anak yang sehat dan membanggakan. Ia menikah dengan Lestyo 'Sas' Sasono, seorang pria Jawa santun yang amat mencintainya. Rina mencintai dan menghormati suaminya sedalam Sas memujanya dengan segenap jiwa dan raga. Saya sangat bahagia melihat keindahan cinta mereka dan selalu berdoa semoga cinta kasih keduanya selalu terpelihara hingga akhir hayat. Meskipun kini mereka menetap di Kinabalu, hubungan silaturahmi kami tetap terjaga, dan tulisan ini saya langsung tuangkan setelah membaca puisi-puisi Rina yang sangat indah dan inspiratif. Ternyata sahabat juga adalah orang yang bisa memberi inspirasi dan membuat kita produktif!
Susi Rianti menikah dengan Tony, pria tampan asal Lampung, dan dikaruniai 2 gadis cilik cantik. Tony bahkan memanggil suami saya Abang, sebuah bentuk kekeluargaan yang ditawarkan dengan tulus olehnya. Susi dan saya masih terus berkomunikasi lewat SMS, Telepon, FB, dan sesekali bila ada waktu bertemu. Satu hal yang selalu Susi lakukan saat ini adalah menginformasikan saya setiap even yang dibicarakan dalam grup BB teman-teman perempuan semasa SMA dulu, berhubung saya tak punya piranti Blackbarry... Saya menilainya sebagai 'extra effort' Susi bagi seorang sahabat yang selalu ia ingat. Persahabatan saya dan dia ya seperti itu, ada dalam ketiadaan..he..he...bukan begitu Jeng Ui???
Uli, tinggal di Sawangan sekarang, di rumah desain Balinya yang cantik. Menikah dengan Ben, pria Batak berkarakter keras namun berhati lembut, teman semasa kuliah dulu, di kampus yang sama pula dengan saya, dan sedang menunggu kehadiran buah hati, Insyaallah segera diberikan oleh Allah Li. Allah selalu tahu waktu yang tepat Li, Ben, percaya itu...yang penting terus berikhtiar. Kontak dengan Uli tetap terjaga, meskipun kebanyakan di dunia maya. Bukankah persahabatn kita juga selalu ada dalam ketiadaan Li...ingat dulu kita sering pulang jalan kaki dari sekolah ke terminal Blok M, supaya uang ongkosnya bisa kita jajanin :-) Uli...masa-masa itulah yang membuat saya selalu menganggap kamu sahabat dalam suka dan duka.
Rasanya tidak pernah cukup kata-kata ini untuk menggambarkan sahabat-sahabat terbaik saya itu. Mudah-mudahan saya tak bertepuk sebelah tangan, karena memang kami tak pernah berikrar menjadi sahabat atau bersepakat bahwa kami bersahabat...hati sayalah yang berikrar bahwa merekalah sahabat saya. Tanpa mengesampingkan kehadiran, makna, dan kebahagiaan yang saya juga rasakan bersama teman-teman baik yang lainnya, saya mengucapkan terima kasih kepada Rina, Susi, dan Uli karena telah memberikan cakrawala tersendiri dalam menjalani hidup ini. Semoga Allah SWT selalu melindungi semua sahabat dan teman-teman kita, Amin.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment