Thursday, November 27, 2008

Ajal

Doa untuk kawan kami, alm. Koko yang wafat 27 November 2008, di Solo, dalam sakitnya.

Innalillahi wainnalillahi rojiun,

Sebaris doa singkat yang sangat sakral itu membuat bulu kuduk berdiri setiap kali mendengar atau mengucapkannya. "Segala sesuatu berasal dari Allah dan kepada-Nya pula akan kembali", demikian makna yang tersirat di dalamnya.

Ajal, adalah batas yang diberikan Allah bagi kita untuk mengakhiri segala urusan dengan dunia fana ini. Tak kenal usia, status ekonomi dan sosial, ras dan suku bangsa, bila tiba perintah Sang Khalik pada malaikat pencabut nyawa, maka putuslah sudah segala urusan seorang mahluk dengan bumi yang dipijaknya.

Subhanallah, Maha Suci Allah Tuhan semesta alam ini, ampunilah kami, dosa kami, kekhilafan kami, kesombongan kami, keriyaan tindak-tanduk kami, dan kealpaan kami selama menghuni alam fana kepunyaanMu ini, ya Allah. Tak pernah kami berpikir bahwa ajal dapat menjemput hanya dalam sepetikan jari, bila memang Kau telah berkehendak atas kami. Maka izinkanlah kami untuk bertobat ya Allah, berilah kami kesempatan untuk memperbaiki kekhilafan-kekhilafan kami, bantulah kami untuk menjalankan perintahMu dan menjauhi laranganMu, karena azabMu sangatlah berat terhadap setiap yang tak mengindahkan laranganMu.

Hari ini ya Allah, seorang atau mungkin lebih dari kami telah kau selesaikan urusannya di bumiMu ini. Maka ya Allah, ampunilah mereka, kasihanilah mereka, berilah mereka tempat yang terbaik di sisiMu. Sementara itu ya Allah, berikanlah hidayah dan petunjuk bagi kami yang masih kau beri kesempatan menempati bumiMu ini, untuk bertobat dan berbuat kebajikan, sebelum ajal menjemput kami.

Innalillahi, wainnailaihi raajiun...
Hanya pada Allah kami kembali maka izinkanlah kami kembali dalam keaadaan suci, sesuci ketika kami Kau lahirkan dari rahim ibu kami, atas kehendakMu. Amin ya rabbal alamin.

Thursday, November 20, 2008

Tari Kecak

Catatan dari Kulturfsetival (Festival Budaya) 2008, DIS Jakarta

"Cak!"...."Cak cak cak cak...Ong ong ong, eyae yaoo, ong ong....eyaee yao, ong...ong..." ...."Cak!"

semua yang tergabung dalam grup tari kecak pada saat pembukaan Kulturfest 2008 April lau sangat bersemangat meneriakkan jargon2 di atas, selesai mendapat applaus meriah dari penonton yang memadati aula di sekolah. Sampai sekarang rasanya masih terngiang-ngiang suara kompak murid-murid saya dan kegembiraan yang luar biasa pada saat itu.


Tari kecak adalah salah satu tarian yang dibawakan dalam sebuah pertunjukan teater dan tarian "Bunga Rampai Nusantara" dalam even seni 2 tahunan antar sekolah internasional Jerman se Asia-Pasifik tersebut. Saya sangat senang menyaksikan semangat murid2 mengusung budaya Indonesia dengan bangganya dalam acara bergengsi (setidaknya di lingkungan kami) itu.


Ada cerita mengesankan di balik pertunjukan itu. Sebenarnya Bunga Rampai Nusantara adalah proyek dadakan yang saya persiapkan untuk mewakili sekolah kami, yang sampai H-2 minggu belum punya sesuatu untuk ditampilakan di Kulturfest 2008. Bayangkan, apa jadinya...padahal kami tuan rumah. Sebuah tindakan penyelamatan segera saya dan murid2 lakukan untuk sekolah kami. Dan simsalabim dalam 2 minggu kami berhasil dengan kerja keras tentunya, menyuguhkan sebuah pertunjukan seni berkualitas di acara pembukaan. Bahkan sekolah kami menjadi peoples' choice sebagai pertunjukan terbaik pertama, dan diulang kembali pada malam penutupan.



Tentunya ini prestasi buat semua yang terlibat di dalamnya. Tanpa kerja keras dan team work yang kuat tentunya tidak akan ada suguhan seindah itu. Berbagai komentar positif datang dari kolega guru2 Jerman dan peserta tamu pada saya. Terima kasih tim Bunga Rampai Nusantara, ihr seid die Beste! Special thanks to Ita yang sudah mampu menterjemahkan ide2 kami dalam sebuah koreografi apik dan sangat simpel. Bukankah selalu ada keindahan di balik kesederhanaan? Coba lihat tari kecak kami yang meskipun sederhana tapi tetap menyimpan keindahan yang magis ini. Pasti Anda akan berdecak kagum, atau malah ikut berteriak "Cak!".

Coca Cola Liga Pertama Rizki

Sabtu lusa, 22 November 2008, adalah hari besar dan sangat ditunggu-tunggu si Abang. Tengku Rizki Zulkarnain, putra sulung saya, akan main dalam pertandingan sepak bola pertama kali dalam hidupnya (dia baru 7 tahun September lalu). Dan tak sembarangan, pertandingannya sangat bergengsi di seantero sekolah-sekolah di Jakarta ini: Coca Cola Liga!



Persiapan yang dilakukan si Abang juga tidak ringan. Setiap Senin, dia latihan bola selama 3 jam mulai jam 12.00-15.00 dengan pelatih klub bola sekolah, Sir Gonzales dan Herr Curdts. Belum lagi latihan fisik lain dari papanya yang gak kalah semangat sama jagoan kecilnya: Berenang 20 kali bolak-balik di kolam kecil di rumah. Kalau dihitung-hitung sekali latihan maka dia berenang sepanjang 100m!! "Super, Rizki!", "Prima Rizki!", atau "Bravo Abang!" kata-kata sederhana penuh semangat tersebut selalu kami lontarkan untuk membakar semangatnya berlatih. Belum lagi latihan tae kwon do setiap Selasa selama hampir 2 jam, semakin membuat tubuhnya yang mungil itu lama-lama membentuk six pax.




Setiap akan tidur Abang dan Adiknya selalu menghitung hari, dan paginya dia akan menyebutkan tinggal berapa kali tidur lagi, ia akan bertanding di Coca Cola Liga. Saya dan suami bangga sekali akan semangat yang ditunjukkannya. Mudah-mudahan Rizki sehat dan bisa tampil prima Sabtu ini. Mohon doanya ya...




Rayhan dan Zaina


Anak bungsu sudah menunjukkan bakatnya sebagai pria penyayang dan setia. Di usia 5 tahun, dia sudah membidik hati seorang teman perempuan sekelasnya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk jadi teman dekat (dalam persepsi anak tentunya). Lucunya, hingga sekarang, hubungan mereka masih berlangsung baik bahkan semakin akrab.


Teman baiknya itu, Zaina, adalah seorang anak perempuan yang sangat lincah. Tak sungkan-sungkan dia meniyakan kalau orang bertanya apa kamu pacar Rayhan? Tapi jawabannya sangat diplomatis loh, dia bilang begini, "Rayhan yang mau pacaran..." sambil mesem-mesem. Sementara Rayhan, sudah ngomong sana-sini kalau dia akan menikahi Zaina setelah mereka besar nanti.


Lucunya lagi, baik Zaina maupun Rayhan, sangat posesif satu sama lain. Keduanya akan ngambek kalau salah satu dari mereka tiba-tiba asik main dengan yang lain sampai lupa untuk mengajak ikutan main. Sebagai orangtua tentunya kami tidak terlalu menanggapi serius perkataan mereka. Biarlah nanti mereka akan semakin besar dan tahu apa arti pertemanan yang mereka lakoni sekarang ini.


Kembali ke Rayhan, yang sangat setia pada temannya itu. Saking setianya, sampai-sampai ketika kami sibuk mencarikan dia baju lebaran, eh yang bersangkutan malah sibuk mencari baju untuk Zaina. Belum lagi, kalau saya tengah mencari pernak-pernik kecil untuk keperluan sekolahnya, pasti Rayhan tak pernah lupa untuk mencari sesuatu untuk Zaina.


Sampai saat ini Rayhan dan Zaina adalah sahabat dekat. Syukurnya sekarang mereka juga mulai bermain dengan anak baru bernama Leon. Tadinya Rayhan agak risau takut Zaina akan melupakan dia, tapi karena Leon anak baik, maka mereka bertiga dapat bermain dengan akur. Entah apa yang ada dalam pikiran anakku itu, yang jelas sampai detik ini dia masih dengan pedenya bilang pada saya dan suami bahwa ia akan menikah dengan Zaina nanti, dan papa-mama pasti akan diundang!


Wednesday, November 19, 2008

George

"Nama George, George!" ujar George terbata-bata dengan bahasa Indonesianya yang sangat minim, bahkan pas-pasan. Seisi kelas langsung 'grrr'!!! Apalagi remaja 13 tahun itu tak menampakkan air muka malu. Dia pede saja melanjutkan perkenalan siang itu. Peristiwa itu terjadi hampir setahun yang lalu, saat George pertama kali memutuskan untuk bergabung dengan kelas bahasa Indonesia bu Suse (begitu murid-murid menyebutnya).

"Nama saya George Michelsen," kembali George dengan mantap memperkenalkan diri enam bulan yang lalu, dalam presentasinya tentang buku yang telah dibacanya sampai selesai (meski dengan susah payah). Teman-temannya memberikan tepuk tangan atas keberhasilan George berpresentasi. Sementara di pojok kelas, saya terdiam haru menyaksikan hal itu.

"Ibu...cape deh!!!" kata George baru-baru ini. Saya terkejut mengikuti perkembangan bahasa Indonesianya. George selalu mengupdate istilah-istilah yang sedang in, meskipun tetap mempertahankannya ketika orang-orang sudah beralih ke istilah lain yang lebih gaul lagi. Makanya tak heran kalau istilah-istilah 'kasian deh lu...' atau 'sumpeh lu', dan yang lebih ekstrim tapi sangat jadul 'buset!!' masih sangat sering dipakai anak itu.

Kali ini saya mengurut dada, namun tak berusaha melarangnya menggunakan istilah2 itu. Saya hanya berusaha mengarahkan saja agar penggunaannya tepat baik dari segi waktu maupun lawan bicara. Bahkan saya ajarkan anak itu gerakan-gerakan yang mengikuti istilah cape deh atau kasian deh lu, supaya lebih pas. George mengangguk-angguk, "Oke Ibu, siip. Terima kasih!!!" sambil meletakkan tangan kanannya di atas pelipis mata kanan, sesuai petunjuk saya.

Tenyata Nggak Gampang Jadi Penyiar

Catatan Aktivitas Kelas 8-9

Rabu, 19. Nov 2008, semua murid kelas 8-9 (ada 17 anak) yang mengambil kelas Indonesia sebagai Penutur Asli, sibuk komat-kamit sendiri di lorong depan kelas. Mereka sedang latihan membaca berita sambil menunggu giliran masuk 'studio' Bu Suse. Setiap anak nervous berat, meskipun sudah 2 kali pertemuan mereka latihan di kelas. Hari itu adalah show time, dan pakai acara direkam dengan video.

Satu-satu masuk studio kelas, dan mulai action. Sudah kebayang kan bagaimana serunya suasana di dalam studio dadakan itu??? "Oke, siap...action!" Saya memberi aba2 pada mereka. Ada yang berhasil hanya 1 kali take, ada yang 3 kali, dan rekornya ada yang samapai 9 kali ulang! Walhasil waktu 1,5 jam berlangsung begitu cepat meskipun dipenuhio ketegangan yang seru! Semua tampak lega selesai 'siaran'. "Phuuh...ternyata nggak gampang ya Bu jadi penyiar!" demikian komentar mereka serempak.

Malamnya, saya asik mengedit rekaman siaran anak-anak, diselingi derai tawa dan keharuan yang dalam. Subhanallah...ternyata dari 17 anak tersebut ada 5 orang yang punya potensi jadi penyiar. Siapa tahu, kita lihat beberapa tahun ke depan!