Wednesday, December 23, 2009
The Amazing Ita
"Tu, wa, ga, pat, and five, and six, and seven, and eight, one more time!"
"Bu Suse, Bu Ula, hati-hati...jangan dipaksain ya kalau gak kuat!"
"Santi, ayo gerak, jalan di tempat aja kalau gak bisa lompat!"
Teriakan lantang seiring irama hentakan musik tersebut selalu diteriakkan oleh seorang pelatih senam berperawakan tinggi besar, bernama Ita. Saya tak tahu persis siapa nama lengkapnya, yang jelas saya selalu memanggilnya 'Ita' dan dia memanggil saya Bu suse atau 'Nek (bahasa gaul yang sering jadi padanan sebutan B0'). Pribadinya yang menyenangkan, kehandalannya dalam melatih, perhatiannya yang tulus, dan sifat ringan tangannya membuat saya dan teman-teman betah berlatih senam di bawah instruksinya. Padahal apabila pertama kali melihat wajahnya yang sangar dan tubuh besarnya, orang pasti enggan untuk memulai percakapan dengan perempuan hebat yang satu ini.
Ita adalah perempuan hebat! Dia sangat profesional dan konsisten dalam menjalankan profesinya sebagai instruktur senam. Sekarang ini di usia kehamilan ketiganya yang memasuki bulan ketiga, Ita masih dengan sangat enerjik melatih kami. Lompatan dan gerakan tubuhnya tak berkurang lincahnya pada saat ia tengah berbadan dua seperti sekarang. Kami sampai ketakutan kalau-kalau terjadi sesuatu yang tak diinginkan terhadap bayi di kandungannya.
"Tenang Nek, dulu juga waktu hamil Ino, gue masih ngajar senam ampe 9 bulan!" demikian jelasnya riang ketika saya mengingatkan dia untuk berhati-hati.
"Gile lu Ta, bener nih...kalau mau istrirahat, gak pa-pa kok.."
Ita tertawa meringis, "Ne' entar gue kagak punya duit buat ngelahirin kalu nggak ngajar..." jawabnya masih dengan keriangan yang sama.
Saya tertegun mendengar jawaban sederhana namun sangat mendasar dari mulut Ita. Luar biasa wanita yang satu ini. Dedikasi dan tanggung jawabnya terhadap keluarga sangat besar. Meskipun hidup keras dan mengandalkan keahlian fisiknya, Ita tak pernah mengeluh dan berakting seolah-olah ia kesusahan. ia betul-betul memiliki kepribadian kuat dan sangat positif.
Hal lain yang sangat saya kagumi dari Ita adalah tanggung jawabnya yang sangat besar terhadap profesi yang digelutinya. Saya pernah menggali ceritanya mengenai awal mula ia terjun ke dunia senam. Ceritanya sangat inspiratif dan semakin membuat saya kagum akan sosoknya.
Begini kisahnya..
Selepas lulus dari SMK jurusan pembukuan, Ita bekerja pada sebuah sekolah. Kondisi orangtua yang tak mampu membiayai lebih lanjut pendidikannya, memacu Ita untuk bekerja sebaik mungkin supaya bisa membantu membiayai adik lelakinya yang diharapkan nanti akan bisa berkuliah. Pada saat yang bersamaan Ita menjalin kasih dengan adik kelasnya di SMA dulu, dan mereka pun memutuskan menikah muda. Pernikahnannya tersebut menjadikan Ita sebagi seorang muallaf. Pada awalnya keluarga menentang, namun akhirnya dapat menerima keputusannya untuk menjadi seorang muslimah. Hubungan Ita dengan keluarganya pun tetap baik hingga sekarang.
Semasa sekolah dulu, rupanya Ita sudah mulai senang mengikuti latihan aerobik. Ia memang rupanya berbakat di bidang itu, sehingga guru senamnya waktu itu menyarankannya untuk mulai mengikuti kompetisi-kompetisi aerobik. Beberapa penghargaan pernah diraihnya dan ia mulai mendapat kepercayaan untuk menggantikan beberapa instruktur bila tengah berhalangan. Ita sangat berkomitmen pada bidang yang digelutinya tersebut, terlebih setelah banyak yang merasa cocok berlatih di bawah instruksinya. Akhirnya ia memutuskan untuk betul-betul menekuni profesi instruktur senam. Langkah pertama yang diambilnya adalah belajar lebih dalam dan serius dasar-dasar senam dan turunan-turunannya.
"Gue nggak mau ngajar asal-asalan Nek, pokoknya harus betul-betul bisa ngajar, itu prinsip gue!" demikian ujarnya sungguh-sungguh.
Berbekal tabungan selama ia bekerja di sekolah dan tambahan modal dari orangtuanya, Ita mengambil kursus intensif paket senam (Kalau tidak salah aeobik, body shape, pilates, dll) selama 6 bulan, dengan biaya yang cukup tinggi. Setelah selesai dan mengantungi sertifikat, ia mulai melamar ke beberapa institusi untuk menjadi instruktur senam. Demikian seterusnya, sambil mengajar ia terus menambah ilmunya, hingga sekarang hampir seluruh jenis senam telah ia kuasai dengan sangat baik. Tak hanya itu, Ita juga mempelajari bagaimana menangani cedera otot sebagai tindakan P3K terhadap muridnya bila terjadi cedera.
Saya selalu kagum pada wanita ini. Ia tak pernah mengeluh meskipun tenaganya habis terkuras untuk berkerja, mengurus anak, dan orangtuanya. Pagi hari setelah mengantar anak sekolah, Ita mengajar di sebuah kantor, siang menjemput anaknya, sore mengajar di tempat kami, dan malam menjadi instruktur di sebuah sport center. Hebatnya, tak pernah sekalipun ia mengeluh! Ita selalu tampil dengan keceriaannya, kebanyolannya, keenerjikannya, dan ketegarannya. What an amazing woman she is. Semoga Allah senantiasa memberikannya kekuatan, kesehatan, dan kebahagiaan di sepanjang hidupnya. I'm so proud of you Ita, because you are so amazing!
Saturday, December 19, 2009
My Personal Taste
Beauty behind the simplicity...I love that term because it makes me feel extraordinary simple, warm, and classy. I apply it in many ways; fashion, food, friends and home design.
These views will represent my personal simple thought and touch of beauty through our home interior design...enjoy them with a cup of coffee (black or with a little sugar n milk) and will be more delightful with a simple music as a back ground ;-)
These views will represent my personal simple thought and touch of beauty through our home interior design...enjoy them with a cup of coffee (black or with a little sugar n milk) and will be more delightful with a simple music as a back ground ;-)
"Beauty Behind the Simplicity"
Living Room connected with a little 'black n white' pool
Our joined kitchen and dining room (heart of the house)
My husband designed this unique coconut wood dining table (center of our life)
My husband designed this unique coconut wood dining table (center of our life)
back yard terrace with a green garden
So if you ask me whether this house is our dreaming house, then I will answer: yes because it's just simple, beautiful, homy and makes us feel so much in love each day.
Master Bedroom Children Bedroom
So if you ask me whether this house is our dreaming house, then I will answer: yes because it's just simple, beautiful, homy and makes us feel so much in love each day.
Friday, December 18, 2009
Tight Money Policy
Repotnya liburan dalam keterbatasan finansial ya begini....ibu dan bapak jadi sibuk cari ide2 kreatif yang bisa membuat bocah-bocah kecil di rumah tetap gembira! Ternyata bukan cuma saya yang mengalami, tapi beberapa teman juga berkeluh-kesah tentang hal yang sama: tight money policy in the unlimited holiday time...bingung kan!
Tight money policy memang sangat menyebalkan, karena kondisi itu bukannya diciptakan namun terjadi secara alamiah bagi para karyawan yang menggantungkan hidupnya hanya dari gaji bulanan, seperti saya dan suami. Sebenarnya sih kami bisa saja berlibur, tapi memang harus betul-betul diatur dengan baik dan bijaksana, kalau tidak mau babak belur sesudah bersenang-senang. Jangan sampai pepatah lama kita putar balikkan menjadi "bersenang-senang dahulu, bersakit-sakit kemudian!"
Untungnya, anak-anak kami sudah mulai bisa diajak berdiskusi dan mau mendengar nasehat orangtuanya yang selalu berusaha mencari pemecahan terbaik bagi liburan mereka. Sebenarnya kami wajib bersyukur karena kedua putra kami termasuk anak-anak yang tak terlalu banyak menuntut. Padahal kalau mau mengikuti kalender sekolah mereka yang 6 bulan berisis liburan melulu, pastinya kami akan babak belur sejadi-jadinya bila bocah-bocah itu merengek untuk berlibur. Terus terang bagi kami, bukan di waktu masalahnya, namun di sisi keuangan bebannya! Jadi kami harus mencari solusi untuk bisa memberikan liburan murah namun tetap menarik dan menyenangkan bagi mereka!
Dari pengalaman-pengalaman 4 tahun terakhir ini, ternyata liburan murah, ya jatuhnya tetap menguras kocek juga...meskipun tak sampai babak-belur. Berarti yang salah adalah kegiatannya, jadi betul-betul harus putar otak sepandai mungkin untuk menyiasati pengeluaran budget kegiatan. Akhirnya saya dan suami pun mencoba mengeksplorasi setiap sudut rumah untuk dijadikan sarana rekreasi liburan anak2. Walhasil, piknik di halaman rumah menjadi salah satu kegiatan yang paling digemari anak-anak. Main air di bak juga tak kalah serunya (meskipun tagihan PAM lumayan melonjak). Mengundang teman-teman untuk main ke rumah juga jadi sangat menyenangkan, apalagi bila ditingkahi dengan lomba makan kerupuk! Pokoknya jangan pernah kehabisan akal untuk menciptakan kegembiraan sederhana bagi buah hati kita, itulah prinsip dasar tight money policy!
Nah, sekarang pun kami menghadapi 3 minggu liburan Natal, jadi saatnya untuk menggelar kegembiraan di dalam rumah. Satu rencana yang sudah saya persiapkan adalah: berkemah di halaman belakang rumah lengkap dengan api unggun, jagung bakar, dan permainan monopoli! wah, membayangkannya saja sudah seru, apalagi menjalaninya nanti. Parents you may try this at home with your kids karena murah, meriah, strategis, dan cocok untuk kondisi tight money policy!
Thursday, December 17, 2009
Home Sweet Home
Rumah yang damai akan memberikan keteduhan dan kedamaian bagi penghuninya. Insyaallah hal itu sudah kami rasakan saat ini. Subhanallah, perjuangan untuk membangun rumah bagi keluarga kecil kami akhirnya dapat diwujudkan dengan rahmat dan kehendakNya. Kini, kedamaian itu telah kami temukan di dalam rumah sederhana kami ini.
Bangga dan kerasan, demikian yang selalu saya rasakan setiap kali berada di dalam tiap sisi rumah kami. Keindahan di balik kesederhanaan rasanya tepat saya gunakan untuk menggambarkan kondisi rumah hasil rancangan suami tercinta. rumah ini dibangunnya atas dasar pengalaman hidup di negeri orang. Obsesi mempunyai rumah yang homy dan fungsional betul-betul telah berhasil diwujudkannya bagi kami, keluarga tercinta.
Rasanya ada baiknya saya mengajak Anda menengok ke belakang, pada saat kami akan membangun rumah ini. Awalnya kami bingung memutuskan untuk membeli rumah di kawasan BSD ini, pada tahun 2006. Harga rumah setinggi langit berbanding terbalik dengan besar dan luas tanahnya. Akhirnya kami putuskan untuk membeli kavling dan menggarap sendiri pembangunan rumah idaman kami. Kavling terbeli, namun uang untuk membangun tak ada. Setelah berusaha mencari pinjaman bank, ternyata tak ada jenis kredit untuk konstruksi dari nol. Akhirnya kami putuskan untuk menjual kavling tersebut dan berapun hasilnya nanti akan kami jadikan uang DP untuk membeli rumah jadi saja.
Entah mengapa, tanah kami tak dilirik orang selama 1 tahun! Mungkin karena letaknya yang berhadapan langsung dengan pemakaman kampung tetangga, menyebabkan orang takut untuk membelinya. Hal itu memang juga disampaikan oleh agen kami pada saat akan membelinya dulu. Bagi kami hal itu bukan masalah, karena kami toh sholat, jadi Insyaallah malaikat tak segan melindungi rumah kami dari mahluk-mahluk jahat. Selain itu, pemakaman tersebut juga dapat mengingatkan akan kematian yang tiap saat dapat merenggut, sehingga akan lebih memotivasi kami untuk rajin beribadah. Ternyata tak semua orang berpikiran positif seperti saya dan suami dalam menyikapi kondisi kavling tersebut. Alhasil kavling tak jadi dijual dan secara bersamaan, kakak saya menawarkan pinjaman tanpa bunga untuk mulai membangun. Maha pengasih Allah atas hambaNya...Subhanallah, Alhamdulillah.
Singkat cerita, kami mulai proses pembanguan dalam keketatan biaya, sehingga diputuskan untuk mendirikan rumah super sederhana, fungsional, dan nyaman. Suami menggambar sendiri, kemudian menyerahkan pada pihak real estate untuk digambar ulang oleh arsitek mereka. "Wah, rumahnya kok gak lazim ya Pak?" demikian tanya salah seorang staf di kantor real estate tersebut. Suami saya hanya tertawa sambil meminta agar tak dikutak-katik gambar yang telah dibuatnya. "Gak salah Pak, tangga di depan?" tanyanya lagi. "Atapnya betul-betul begini saja Pak, gak mau dikasih ornamen?" kembali ia tak setuju dengan kesederhanaan yang ditawarkan suami saya. "Tolong Pak, jangan ganggu desain saya. Rumah ini memang sederhana, tapi bukan model minimalis, melainkan minimal abis!" demikian tegas suami saya. Maka setelah rapi semua urusan administrasi, mulailah pembangunan rumah kami.
Ternyata berbagai rentetan peristiwa ikut mewarnai suka-duka pembangunan rumah ini. Ayahanda saya sakit dan sempat dirawat di ruang ICU, terbaring koma selama 4 hari lamanya. Kondisi tubuh kami berdua yang kelelahan karena harus bergantian menjaga ayahanda di rumah sakit ditambah masih harus mengawasi pembangunan rumah, membuat kami terlalu lelap tidur di malam hari. Alhasil, pada suatu malam, kami tak terjaga sama sekali ketika mobil kami (yang baru saja lunas dicicil selama 3 tahun), raib dicuri orang! Saya sempat shock di pagi harinya ketika mengetahui mobil kami hilang, namun suami tercinta segera menenangkan dan kami pun mengurus ke kantor polisi untuk kemudian memeroses asuransinya.
Ternyata Allah memang mengatur segala sesuatu dengan sempurna. Tahukah teman, ternyata, satu malam sebelum raibnya mobil kami, suami sempat berpikir untuk memberitahukan saya mengenai rencananya menjual mobil tersebut dalam rangka melunasi hutang di toko bangunan yang sudah menumpuk. 3 hari telah dipikirkannya rencana itu sehingga ia dalam kondisi yang sangat dilematis antara menjual atau tidak. Ternyata Allah membantu mempercepat proses pertimbangannya itu: Kun Fayakun...maka terselesaikanlah satu masalah! Subhanallah...Maha Suci Allah.
Pengurusan asuransi mobil di luar dugaan sangat cepat terselesaikan. Bantuan datang dari segala arah, ada 2 saudara kami yang berprofesi polisi dan telah dengan sangat sigapnya membantu urusan kami di Polda Metrojaya. Bantuan lain yang tak terduga datang dari kakak saya yang kebetulan bertugas ke Cina selama 6 bulan, sehingga mobilnya yang menganggur bisa kami gunakan untuk beraktivitas. Terimakasih kami haturkan pada mereka yang begitu baik dan iklas menolong kami, hanya Allah yang dapat membalas kebaikan-kebaikan tersebut.
7 bulan berselang, rumah sudah dapat kami tempati, meskipun hingga kini masih ada bagian-bagian yang belum sempurna dikerjakan, karena keterbatasan dana. Namun bagaimanapun juga, Alhamdulillah kami bahagia dan damai hidup di dalamnya, terlebih karena pemakaman yang dirindangi rumpunan bambu dan selalu mengingatkan kami akan hari esok masih berdiri tegak di seberang rumah dan menjadi view favorit keluarga, ditambah suara merdunya azan yang mengingatkan kami 5 kali dalam sehari untuk memenuhi panggilanNya. Subhanallah, Alhamdulillah.
Teman, siapa pun kami terima dengan terbuka ketika menginjakkan kaki di sini, di rumah sederhana penuh damai dan kasih sayang. Herzlich wilkomen!
Jilbab
Menuju sebuah kesadaran untuk menutup aurat memang tak mudah. Hal ini saya alami sendiri, hingga akhirnya kini saya memutuskan untuk mengenakan jilbab. Sayangnya belum sempurna betul penutup aurat itu saya kenakan, karena lagi-lagi banyak kendala duniawi yang membuat diri ini belum sepenuhnya dapat memenuhi syariat agama, astagfirullah hal aziim.
Sebenarnya ini adalah sebuah perenungan yang sungguh berat bagi diri saya. Kisah awalnya adalah ketika sulung kami tiba-tiba meminta saya untuk mengenakan jilbab seperti guru mengajinya. Entah mengapa, secara spontan hati saya menerima permintaan mulia tersebut. Malamnya ketika kami jalan-jalan berempat ke sebuah mall, saya langsung mengenakan jilbab tanpa canggung. I just feel so classy wearing jilbab, demikian perasaan saya sejak itu.
Namun saya sangat sedih menghadapi dilema ini, di mana saat ini terhimpit sebuah kenyataan tak bisa berbusana muslim ketika bekerja. Usaha tengah saya lakukan untuk mencari tempat bekerja yang dapat menerima kondisi saya apa adanya, namun hingga sekarang masih dalam proses menunggu kepastian.
Semoga Allah S.W.T. berkenan memaafkan saya, hambaNya yang lemah dalam menjalankan syariatNya ini. Ia maha mengetahui apa yang sebenarnya tengah dihadapi dan diperjuangkan hambaNya. Insyaallah atas izinNya pula akan saya dapatkan titik terang perjuangan ini untuk mendapatkan rahmat dan hidayahNya semata. Amien Ya Rabbal Alamin.
Subscribe to:
Posts (Atom)